Ayam Goreng Suharti

Manusia boleh punya rencana, tapi Tuhan yang menentukan. Itulah yang terjadi pada makan malam saya pada hari ke-3 wiskul. Jam sudah menunjukan pukul 6 tapi mobil belum juga memasuki kota Yogyakarta: niat untuk mencicipi Bakmie Kadin diurungkan dan ditunda sampai keesokan harinya. Waktu kembali berlalu dan jam menunjukkan pukul 7 tapi mobil yang saya tumpangi baru sampai di daerah Magelang dekat jembatan Tempel; rencana mencicipi bakso Ito juga ditunda. Terakhir, jam menunjukan pukul 8 tapi saya baru memasuki kota Yogyakarta sehingga Plan C untuk menikmati Ayam Goreng Mbok Berek Pertama Ibu Noor juga ditunda. Akhirnya, untuk mengisi perut yang sudah keroncongan, diputuskan untuk makan malam Ayam Goreng Suharti.

Setelah menunggu kurang lebih 30 menit, makanan yang dipesan sampai juga. Alangkah kecewanya begitu ayam goreng yang dihidangkan tiba. Ayam goreng yang alot dan kering. Bahkan, menurut lidah saya, Ayam Goreng Ny. Suharti di Tomang, Jakarta Barat jauh berada di atas “pusatnya”. Namun, seperti pepatah cinta itu buta, pengunjung terus berdatangan tanpa henti sampai saya meninggalkan restoran pada pukul 9.30.

Dengan perut yang penuh tapi lidah yang tidak puas, saya sangat tidak sabar untuk sarapan Gudeg Yu Djum besok.